Sebagai bangsa yang dibesarkan dengan budaya lisan, bukan budaya membaca, masyarakat Indonesia sedang gagap media ketika teknologi berupa gadget makin terjangkau dan melaluinya informasi datang membanjiri, termasuk berita-berita yang simpang siur dan hoax.
Demikian dikemukakan sosiolog dari Universitas Nasional Jakarta, Sigit Rochadi, Rabu (8/2/2017).
"Mereka mengalami kejutan budaya (cultural shock) seperti mengalami lompatan jauh dibanding kebutuhan. Informasi yang diterima berkali lipat lebih banyak dari yang dibutuhkan," katanya dikutip Berita Satu.
Dikemukakan, berbagai informasi termasuk hoax banyak diterima melalui media sosial (medsos). Medsos mempunyai ciri, tidak dikenal (anonimity), tak dilihat (invisibility), sering tidak sinkron dengan topik utama (acyncrhonicity), hanya permainan (disociative imagination), dan tidak ada yang punya otoritas lebih (minimizing authority).
"Mereka mengalami kejutan budaya (cultural shock) seperti mengalami lompatan jauh dibanding kebutuhan. Informasi yang diterima berkali lipat lebih banyak dari yang dibutuhkan," katanya dikutip Berita Satu.
Dikemukakan, berbagai informasi termasuk hoax banyak diterima melalui media sosial (medsos). Medsos mempunyai ciri, tidak dikenal (anonimity), tak dilihat (invisibility), sering tidak sinkron dengan topik utama (acyncrhonicity), hanya permainan (disociative imagination), dan tidak ada yang punya otoritas lebih (minimizing authority).
Dengan ciri-ciri tadi maka pengguna medsos tidak mementingkan kebenaran, tetapi sensasi, kesenangan, kepuasan yang sifatnya sesaat.
"Karenanya, via medsos orang sesukanya menyampaikan apa saja yang ada di pikiran dan perasaannya masing-masing," tegasnya.
"Baru pada saat sekarang orang bisa menyampaikan apa saja secara bebas. Semua perasaan yang selama ini dipendam oleh generasi terdahulu, dapat dinyatakan secara terbuka tanpa beban," katanya.
Apa yang terpendam atau yang dahulu tabu itu antara lain terkait agama, suku atau ekonomi politik. “Maka begitu tersedia sarana langsung meledak,” katanya.
Menurut Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ricardi S Adnan, saat ini masyarakat Indonesia sedang gegar budaya dengan adanya medsos.
"Karenanya, via medsos orang sesukanya menyampaikan apa saja yang ada di pikiran dan perasaannya masing-masing," tegasnya.
"Baru pada saat sekarang orang bisa menyampaikan apa saja secara bebas. Semua perasaan yang selama ini dipendam oleh generasi terdahulu, dapat dinyatakan secara terbuka tanpa beban," katanya.
Apa yang terpendam atau yang dahulu tabu itu antara lain terkait agama, suku atau ekonomi politik. “Maka begitu tersedia sarana langsung meledak,” katanya.
Menurut Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ricardi S Adnan, saat ini masyarakat Indonesia sedang gegar budaya dengan adanya medsos.
"Pemimpin harus memberikan contoh yang baik dan bukannya memanas-manasi situasi. Sebab saat ini medsos dipenuhi dengan isu-isu politik," katanya.
Ia menilai, media arus utama terlalu kaku dengan format yang dinilainya sudah kuno. Berita dari media arus utama cenderung telat sampainya dibandingkan medsos. Namun saat ini, tidak akan ditinggalkan sepenuhnya.*
Ia menilai, media arus utama terlalu kaku dengan format yang dinilainya sudah kuno. Berita dari media arus utama cenderung telat sampainya dibandingkan medsos. Namun saat ini, tidak akan ditinggalkan sepenuhnya.*