Anggota DPR RI Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, diperiksa Bareskrim Polri, Jumat (16/12/2016), karena dikabarkan menyebut penangkapan teroris di Bintara Bekasi merupakan pengalihan kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Agus Andrianto, Eko Patrio diundang untuk mengklarifikasi atas laporan dugaan tindak pidana Kejahatan terhadap Penguasa Umum dan atau UU ITE.
Undangan terhadap Eko Patrio dilayangkan Kamis 15 Desember 2016.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LPI1233/Xll/2016/Bareskrim, tanggal 14 Desember 2016, Eko dilaporkan seseorang bernama Sofyan Armawan tentang dugaan tindak pidana Kejahatan terhadap Penguasa Umum dan atau UU ITE, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP dan atau UU No. 19 tahun 2016 perubahan dari UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE, atas nama Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Rikwanto membenarkan adanya laporan tersebut.
Eko dikabarkan sejumlah media online mengunggah tulisan di akun Twitter miliknya yang menyatakan kasus bom panci di Bekasi hanya pengalihan isu dari kasus Ahok.
Usai memenuhi undangan Bareskrim Polri, Eko bersama tim kuasa hukumnya memberikan klarifikasi. Ia mengaku malam hari ada berita online yang membuat berita tentang status yang disbeutkan diunggahnya di Twitter.
Eko mengatakan dirinya merasa difitnah. "Akhirnya yang dirugikan bukan saya, tapi juga kepolisian dan teman-teman lain tersakiti. Ini bagian fitnah dan zalim," ucap Eko Patrio dikutip liputan6.com.
Akibat perilaku yang dianggap fitnah itu, Eko Patrio merasa perlu melakukan pelaporan pada pihak berwajib.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Agus Andrianto, Eko Patrio diundang untuk mengklarifikasi atas laporan dugaan tindak pidana Kejahatan terhadap Penguasa Umum dan atau UU ITE.
Undangan terhadap Eko Patrio dilayangkan Kamis 15 Desember 2016.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LPI1233/Xll/2016/Bareskrim, tanggal 14 Desember 2016, Eko dilaporkan seseorang bernama Sofyan Armawan tentang dugaan tindak pidana Kejahatan terhadap Penguasa Umum dan atau UU ITE, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP dan atau UU No. 19 tahun 2016 perubahan dari UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE, atas nama Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Rikwanto membenarkan adanya laporan tersebut.
Eko dikabarkan sejumlah media online mengunggah tulisan di akun Twitter miliknya yang menyatakan kasus bom panci di Bekasi hanya pengalihan isu dari kasus Ahok.
Usai memenuhi undangan Bareskrim Polri, Eko bersama tim kuasa hukumnya memberikan klarifikasi. Ia mengaku malam hari ada berita online yang membuat berita tentang status yang disbeutkan diunggahnya di Twitter.
Padahal, Eko menegaskan, dirinya saat ini hanya punya akun Instagram, tidak punya akun Twitter ataupun Facebook.
Eko mengatakan dirinya merasa difitnah. "Akhirnya yang dirugikan bukan saya, tapi juga kepolisian dan teman-teman lain tersakiti. Ini bagian fitnah dan zalim," ucap Eko Patrio dikutip liputan6.com.
Akibat perilaku yang dianggap fitnah itu, Eko Patrio merasa perlu melakukan pelaporan pada pihak berwajib.
"Kami datang ke mari untuk membuat laporan. Nantinya ditelusuri mana yang mengarang bebas. Dan saya yakin polisi akan menangani dengan baik," imbuhnya.
Eko belum mengisi berkas pelaporan dan memberi kesempatan pada ketujuh media online yang diduga memuat berita yang merugikannya untuk melakukan klarifikasi. Eko menyatakan dirinya tidak diwawancara oleh media-media tersebut.
"Saya perlu mengklarifikasi dan membuat laporan untuk menelusuri pihak mana yang mengarang bebas dan kami berikan jangka waktu 1x24 jam kepada tujuh media online untuk klarifikasi dengan pemberitaannya," ucap Eko.
Eko mengaku tidak pernah diwawancara secara langsung atau secara khusus, baik itu melalui telepon maupun wawancara tatap muka. "Jadi tidak pernah ada topik sebagaimana yang ada di media online tersebut," kata Eko.
"Saya perlu mengklarifikasi dan membuat laporan untuk menelusuri pihak mana yang mengarang bebas dan kami berikan jangka waktu 1x24 jam kepada tujuh media online untuk klarifikasi dengan pemberitaannya," ucap Eko.
Eko mengaku tidak pernah diwawancara secara langsung atau secara khusus, baik itu melalui telepon maupun wawancara tatap muka. "Jadi tidak pernah ada topik sebagaimana yang ada di media online tersebut," kata Eko.
"Jujur saja, saya nggak niat melaporkan. Karena saya datang dari media juga. Tapi ini sudah meresahkan dan mencoreng kepolisian," ujarnya. (liputan6/merdeka/sindonews).*